Judul: H.I.V.E 2: Overlord Protocol
Penulis: Mark Walden
Penerbit: Mizan
Tahun Terbit: Maret 2014
Tebal: 469 Halaman
ISBN:
978-979-433-714-1
Harga: Rp 59.000,-
Bintang: ★★★★
Keinginan Otto Malpense untuk melarikan diri dari H.I.V.E kini
harus dipendam sementara waktu. Bukan karena pengawasan super ketat dari staf
keamanan, karena yakinlah, meloloskan diri dari mereka sama mudahnya dengan
memancing ikan di akuarium bagi Otto. Melainkan karena ikrar janji yang
diucapkan Otto di hadapan sahabanya, Wing Fanchu, untuk terus bertahan hingga
mereka mendapatkan penjelasan masuk akal mengenai amulet di dada Dr.Nero. Benda
itu menjadi penting karena separuh bagian dari amulet tersebut ada pada Wing.
Dan setahu Wing, kalau sampai ada seseorang yang menyimpan bagian lain dari amulet
tersebut maka bisa jadi orang tersebut turut bertanggung jawab atas kematian
ibunya. Lantas, benarkah Dr.Nero merupakan sosok itu?
Di tengah kebingungan tersebut, datang kabar kematian ayah Wing.
Membuat Wing –dan tentunya Otto– diizinkan untuk meninggalkan H.I.V.E guna
menghadiri pemakamannya. Sayang, hal itu malah menyeret mereka ke lubang
jebakan. Cypher, salah satu penjahat terkemuka di organisasi G.L.O.V.E
berencana menguak rahasia Protokol Overlord, sebuah alat yang membuat siapa pun
dapat menguasai dunia. Dan menyingkirkan keberadaan Wing dan Otto merupakan
awal dari semua rencana itu.
Ketika menyadarinya, Otto hanya memiliki waktu 24 jam untuk membalik
keadaan. Menemukan sarang musuh, menebak detail rencana Cypher, menguak alasan
mengapa Protokol Overlord begitu dilarang, sekaligus mencari tahu rahasia yang
tersimpan di balik keterkaitan amulet Wing dan Dr.Nero. Otto Malpense memang
dididik untuk menjadi penjahat. Namun tak ada salahnya bukan menghabisi
penjahat lain? Atau, dunia akan berubah selamanya…
(^^)
Ini buku kedua dari seri H.I.V.E yang saya baca. Mengingat track
record buku pertama yang lumayan apik, maka tak salah rasanya jika saya
menaruh banyak harapan dalam novel ini. Dan syukurnya, Mark Walden sekali lagi
berhasil memenuhi ekspetasi tersebut. Ia sukses menghadirkan cerita yang jauh
lebih memukau dibanding buku pertama. Aksi-aksi meloloskan diri dari kematian
seakan menjadi hal yang begitu biasa dalam buku kedua serial H.I.V.E ini. Huft,
seakan menyaksikan film penuh adrenalin nih…^^
Jika di buku pertama, setting cerita lebih banyak berlangsung di
dalam komplek H.I.V.E, maka lain halnya dengan di buku kedua ini. Karena H.I.V.E
2: Overlord Protocol menyuguhkan bermacam-macam latar dalam setiap alurnya.
Ada di pusat kota, pelabuhan, hutan, gua bawah tanah, hingga apartemen mewah di
kota Tokyo. Dan itu semua berada di luar kawasan ‘Gunung Berapi’ tempat H.I.V.E
berada. Sehingga imajinasi pembaca tidak lantas terkekang begitu sempit dengan
hanya terfokus pada gedung sekolahan.
Dalam buku kedua ini pula, Mark Walden mengupas lebih banyak
sisi-sisi kemanusiaan dari Dr.Nero dan Raven. Menghilangkan kesan ‘penjahat
kejam’ yang mulai melekat pada mereka di buku pertama. Sekaligus menjawab rasa penasaran
pembaca yang bisa jadi berpikiran semacam ini, ‘Kok bisa para penjahat memiliki
kepedulian tinggi terhadap dunia pendidikan?’ Disamping itu juga memunculkan
nilai moral bahwa setiap orang memiliki sisi kebaikan, sekalipun ia seorang
penjahat. Yah, mungkin terkesan subjektif. Karena saya akui jika dalam serial
H.I.V.E ini saya diharuskan memakai sudut pandang tokoh utama sebagai penjahat,
yang mana itu berarti bahwa semua tindak tanduk mereka selalu akan terlihat
sebagai suatu kebaikan dalam kacamata pembesar sudut pandang saya. Tapi
oke-oke aja sih…
Meski demikian, buku ini tak lantas lepas dari kritik begitu saja.
Semenjak serial pertama H.I.V.E saya selalu bertanya-tanya mengapa yang senantiasa
ditonjolkan hanya beberapa murid saja? Paling banter hanya Otto, Wing, Laura,
Shelby, Nigel, Franz, Block, serta Tackle. Enam diantara mereka berasal dari
Program Alpha, sedang Block dan Tackle dari Program Henchman. Dan setahu saya,
tidak ada satupun nama murid lainnya yang diungkit selain mereka semenjak buku
pertama. Boro-boro siswa Program Politik/Ekonomi bakal diceritakan, lha wong
Program Alpha yang memiliki lebih dari 150 pelajar saja banyak yang
terlupakan. Padahal H.I.V.E adalah lingkungan persekolahan wajib asrama selama
6 tahun, dimana tentunya sosialisasi merupakan satu kebutuhan lazim bagi setiap
penghuninya. Bagaimana mungkin selama setahun, mereka hanya berkenalan dengan 6
hingga 8 orang teman saja?
Meski serial ini mengambil judul Higher Institute of Villainous
Education –yang berarti Sekolah Tinggi Ilmu Kejahatan–, namun cerita yang
ditampilkan lebih banyak terfokus pada hal-hal di luar dunia pendidikan.
Sentral cerita cenderung ada pada tokoh Otto Malpense, dan bukan sekolahan itu
sendiri. Jarang saya dapati, deskripsi mengenai kehidupan normal seorang
pelajar. Seperti kondisi kegiatan belajar-mengajar, proses penggarapan berbagai
tugas asrama, latihan-latihan pribadi setiap siswa guna mengasah kemampuan
mereka masing-masing, dan lain sebagainya. Adanya malah cerita seputar aksi
heroik Otto dan kawan-kawannya. Dan parahnya, itu menempati seluruh porsi buku.
Disini kita hanya akan disuguhkan berbagai tindakan Otto sebagai pahlawan
jenius, dan bukan selaku pelajar biasa.
Oke, meski demikian, saya tetap berpikir bahwa novel ini begitu
luar biasa. 4 dari 5 bintang yang ada. Rekomendasi saya untuk buku kedua serial
H.I.V.E ini ialah para pembaca yang haus dengan aksi-aksi menegangkan nan
memacu adrenalin. Dengan syarat, mereka sanggup memainkan imajinasi mereka,
agar setiap kata-kata yang dibaca bisa ter-visualisai-kan layaknya sebuah film
layar lebar. ^^