
Penulis: Ayuwidya berdasar skenario Titien Wattimena
Penerbit: Qanita (Mizan Pustaka)
Tahun Terbit: 2012
Tebal: 160 Halaman
ISBN: 978-602-9225-52-5
Harga: Rp31.000,-
Bintang: ★★★
“Dan karena sebuah tugas, bagaimanapun menyebalkannya orang yang kita hadapi, kita harus tetap berdiri di sana. Tegak melawan. Menahan sabar.” (hal.46)
“Jangan pernah marah karena perpisahan. Memaki perpisahan sama saja mengutuk pertemuan” (hal.145)
Semua
hidup Indah terasa monoton manakala menjalani penugasan pertamanya di Kantor
Urusan Konsuler RI kota Busan, cabang KBRI Korea Selatan. Sehari-hari ‘tugas resminya’
hanya berkutat pada urusan menemani shopping ibu-ibu pejabat yang
‘kebetulan’ ikut dinas sang suami. Membawakan pelbagai kantong belanja yang tak
usah ditanya seberapa berat isinya.
Semua
berubah, ketika dia ditugaskan merawat seorang ABK kapal Singapura
berkewarganegaraan Indonesia yang terkena serangan jantung saat berada dalam
pelayaran. Awalnya Indah menyambut baik tantangan ini. Mengira Abi, sang pelaut
itu, bakal membawa suasana baru dalam dunia monotan-nya.Sayang,
jauh panggang dari api. Abi malah bersikap laiknya anak kecil yang membenci
segala hal berbau obat dan rumah sakit. Belum lagi temperamen Abi yang sering
membuat Indah mendidih bukan kepalang. Abi juga tetap bersikap acuh tak acuh
dengan mengabaikan semua saran dari dokter maupun Indah sendiri. Seakan, pria
itu memang ingin mati.
Akan tetapi lambat laun, perasaan beku diatara
mereka berdua perlahan meleleh. Menyisakan perasaan sayang yang bercampur
dengan keraguan sekaligus kebingungan. Dan ketika waktu perpisahan telah tiba,
keduanya mulai menyadari bahwa hati mereka telah tertambat satu sama lain. Huh,
andai waktu bisa diputar balik!
(^-^)
“Terlalu fokus sama tujuan suka bikin kita lupa nikmatin perjalanan.” (hal.101)
“Gimana kamu bisa sampai tujuan kalau kamu nggak tau titik awalnya?” (hal.110)
Pada mulanya saya mengira HelloGoodbye adalah sebuah NOVEL yang di-FILM-kan.
Ini yang membuat saya bersedia meluangkan kantong guna membelinya. Saya pikir,
jaminan mutu novel yang diangkat ke layar lebar pastinya cukup bagus mengingat
mana mungkin ada produser yang berani membiayai proyek semacam ini kecuali
mereka yakin dengan tingkat kelarisan kisah tersebut. Dan rupanya….saya
benar-benar keliru. HelloGoodbye ternyata adalah FILM yang di-NOVEL-kan. Terpampang
dengan begitu jelas di front cover: ‘Berdasarkan skenario Titien
Wattimena’ . Oh, my God! (satu teriakan LOL untuk saya…)
Oke. Seusai menutup lembaran terakhir buku ini, saya merasa ada yang kurang
dengan penyajian kisahnya. Muncul perasaan, ‘Hah, cuma gini doang?’. Konflik
yang ada terasa monoton. Hanya berkisar pada kelakuan Abi yang kayak anak kecil
dan sikap Indah yang berusaha menunaikan tanggung jawabnya. Gak ada
pengembangan lebih lanjut seperti bagaimana cerita latar belakang kehidupan keluarga
mereka di masa lampau. Karakter tokoh-tokoh lainnya semacam Puri, Gustav, Seno,
Pak Viktor, bahkan Lee Min Woo sekalipun, juga kurang dieskploitasi lebih lanjut.
Seakan pembaca sengaja dibiarkan untuk menebak-nebak sendiri sifat mereka masing-masing.
Jarang saya temui transkrip percakapan antara Indah dengan Lee Min Woon
(padahal mereka bertemu beberapa kali), Indah dengan Gustav dan Seno (padahal
ketiganya temen sekantor), atau Puri dengan Lee Min Woo yang notabene dikatakan
sering bertatap wajah. Yah jadinya, novel ini terkesan ‘egois’ dengan hanya
bercerita mengenai dunia Indah dan Abi saja. Selain itu, latar tempat yang dimunculkan
juga cuma disitu-situ doang. Menimbulkan rasa bosan tersendiri bagi imajinasi
para pembaca. Padahal, Busan itu kota pelabuhan terbesar se-Korea. Masa’ gak
ada spot menarik lainnya, sih?
Meski demikian, masih ada beberapa
poin yang membuat saya tetep bangga dengan kehadiran novel ini. Nilai-nilai
kebijaksaannya dapat menjadi refleksi dalam kehidupan dunia yang kian ‘edan’
ini. Seperti, ketangguhan Abi dan Indah
dalam memaknai sebuah perpisahan. Juga perasaan keibuan dalam diri seorang
Indah saat merawat Abi, meski merupakan seorang asing. Hingga semangat juang
dalam melaksanakan tugas negara, seberat apapun itu. Itu yang lebih terpatri
dalam jiwa saya, seusai membaca buku ini untuk kali kedua. Lalu, apakah lantas
saya tertarik untuk berburu filmnya? Hahaha…Sepertinya hanya Tuhan dan saya yang
tahu akan jawabannya.
0 komentar:
Posting Komentar