Kamis, 26 Juni 2014

[BOOK REVIEW] RANAH SEMBILAN: Nolstalgia Kejayaan Dunia Silat

Judul: Ranah Sembilan
Penulis: Dewi Sartika
Penerbit: OASE
Tahun Terbit: 2008
Tebal: 248 Halaman
ISBN: 979-1167-15-X
Harga: Rp 29.500,-
Bintang: ★★


Cinta memang menyebalkan, tapi kita jadi bisa maklum atas semua tindakannya..” (hal.200)

Berkat sebuah kunci, Diana dan Lea terhempas ke sebuah dunia lain. Ranah Sembilan. Disana, hukum rimba yang berkuasa. Siapa yang kuat, maka dia akan menang. Yang lemah akan tergilas, dan berakhir sebagai budak, tawanan, atau bahkan seonggok mayat. Di tempat semacam itulah kedua anak perempuan itu terdampar. Beruntung, ketika keduanya sedang terkepung segerombolan perampok liar, sebelum keadaan bertambah fatal, seorang pendekar bernama Amon hadir menyelamatkan mereka. Dan setelah melalui proses negoisasi yang cukup rumit –sekaligus kocak–,Amon akhirnya bersedia untuk menemani perjalanan Diana dan Lea selama menjelajahi daratan Ranah Sembilan.
Berbagai hambatan dan rintangan mampu mereka atasi bersama. Namun, itu bukan berarti jika perjalanan mereka menjadi mudah begitu saja. Terbukti, pada satu titik mereka bertiga terpaksa berpisah. Diana jatuh ke dalam kegelapan jurang. Amon, yang ternyata merupakan salah satu dari kelima Dewa di Lembah Iblis, dipaksa pulang oleh pengawalnya demi menjalani pelatihan imdok (istilah untuk tenaga dalam) tingkat berikutnya. Sedang Lea harus terjebak dalam pengembaraan ‘gila’ bersama manusia berkepribadian ganda bernama Bixi, yang juga salah satu Dewa di Lembah Iblis. Semuanya menjalin janji untuk kembali bersua di tanah yang paling ditakuti di Ranah Sembilan: Lembah Iblis. Disana keadaan jauh lebih mencekam dan berbahaya. Betapa tidak! Lembah Iblis yang hanya terdiri dari satu perguruan, yaitu perguruan Langit, ternyata di masa lampau mampu mengimbangi kekuatan 8 perguruan lainnya dari seluruh penjuru Ranah Sembilan. Dan di tempat itu pula, kelima ‘dewa’ alias anak angkat Kaisar Langit (pemimpin perguruan Langit) ditempa secara khusus. Sanggupkah mereka?
(^-^)
Setelah usai ‘menghabisi’ kitab ini, saya jadi bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan yang harus dicapai para lakon dalam cerita bergenre silat fantasi ini? Sederhananya, ending semacam apa yang ingin diutarakan penulis dalam kisah ini? Bukan apa-apa, permasalahannya ada pada ending cerita yang terksesan diputus secara paksa. Seperti ketika Anda sedang asyik-asyiknya menyaksikan sebuah film, lalu tiba-tiba dihentikan begitu saja di pertengahan cerita. Bagaimana perasaan timbul? Kesal abis, kan? Demikian pula dengan novel satu ini. Semua konflik yang telah dimunculkan di awal cerita, tidak mampu dituntaskan hingga rampung. Kita semua tahu, jika Diana dan Lea secara tidak sengaja terseret ke dunia lain. Lalu lantas, apakah sesudah semua petualangan itu mereka berhasil kembali ke dunia asal mereka? Kita sema juga paham, jika ada 3 pendekar lebih yang jatuh cinta dengan Diana. Lalu lantas, siapa di antara ketiganya yang sukses menggaet hati Diana? Kita semua juga sadar, jika Radja (tokoh antagonis yang melumpuhkan jasad gurunya demi mencuri kitab berisi pengetahuan segala racun), adalah musuh yang paling diburu oleh Diana mengingat hanya wanita itu satu-satunya orang yang tahu bagaimana cara menangkal racun Radja. Lalu lantas, apakah Diana berhasil dengan tujuannya tersebut?
Jawaban dari ketiga pertanyaan sebelumnya adalah: Tak-Ada-Yang-Tahu, kecuali Tuhan dan sang penulis. Karena tidak disebutkan dengan begitu jelas hingga halaman terakhir novel ini. Bahkan seingat saya, Diana sama sekali tak pernah bertatap muka secara langsung dengan Radja. Nah, bagaimana saya bisa memutuskan mana yang lebih hebat diantara keduanya?
Selain itu, kejanggalan lain dari cerita buku ini ialah nama Diana dan Lea yang sama sekali tak mengundang kecurigaan dari masyarakat setempat. Bayangin, nama-nama orang disana itu kayak Gillian, Bixi, Amon, Merope, Rei, Damon, hingga Valta. Ada perbedaan yang begitu jauh, bukan, antara nama Diana dengan Gillian?
At least, menurut saya, berbagai faktor-faktor di atas lumayan merusak ide-ide jenius yang melatari penyusunan novel ini. Jalinan apik antara dunia persilatan dengan dunia fantasi menjadi berantakan hanya karena penempatan alur serta detail cerita yang kurang beraturan. Kisahnya juga dituturkan dengan gaya bahasa yang baik, sehingga tidak terasa monoton. Membuat pembaca, termasuk saya, terus penasaran dengan halaman berikutnya. Namun, saya tetap berharap agar ke depannya muncul sekuel dari kisah ini. Kelanjutan yang akan menuntaskan semua plot, sekaligus melepaskan dahaga kepenasaran pembaca terhadap kelanjutan nasib Diana dan Lea di dunia Ranah Sembilan. Semoga, ya!

0 komentar:

Posting Komentar