Senin, 30 Juni 2014

[Book Review] CODEX: Seberbahaya Apa Makanan Kita?

Judul: Codex
Penulis: Rizki Ridyasmara
Penerbit: Salsabila (Pustaka Kautsar)
Tahun Terbit: Nopember 2010 (Cetakan Kedua)
Tebal: 434 Halaman
ISBN: 978-979-19163-5-6
 Harga: Rp 45.000,-
Bintang: ★★★★


Que sera sera! Apa yang akan terjadi, maka terjadilah!” (hal.60)

Sebuah microchip berisi data-data rahasia milik CIA dan Pentagon menyeret seorang saintis Italia bernama Alda Adriana dalam alur konspirasi yang pelik nan berbahaya. Bersama George Marshall, mantan suami Alda sekaligus pensiunan pasukan elit Australia, keduanya berusaha melarikan diri dari orang-orang yang memburu mereka. Dalam pelarian mereka tersadar bahwa microchip yang mereka bawa bukan sekedar berisi informasi-informasi intelijen biasa. Ternyata, benda tersebut menyembunyikan berbagai kebusukan negara maju yang berusaha meracuni umat manusia secara perlahan melalui perantara makanan yang dikonsumsi. Semua itu dilakukan dengan dalih mengendalikan populasi umat manusia agar senantiasa selaras dengan kapasitas bumi. 

Apa yang dilakukan Alda dan George jelas telah membuat musuh mereka kebakaran jenggot. Pembunuh-pembunuh terbaik dari mafia La Camorra, mafia La Cosa Nostra, hingga CIA, diutus demi merebut kembali microchip tersebut sekaligus memastikan kematian keduanya. Sanggupkah mereka berdua bertahan dari kejaran dan menyebarkan informasi penting itu ke seluruh penjuru dunia? Novel yang akan mengubah pandangan hidup Anda agar lebih sehat dan waspada! 

(^-^) 

Applaus untuk Rizki Ridyasmara! Beliau berhasil mengkolaborasikan secara apik fakta-fakta ilmiah yang ada dan mengemasnya dalam sebuah cerita penuh ketegangan. Perasaan jenuh yang acapkali melingkupi benak saya saat membaca jurnal-jurnal ilmiah menguap begitu saja ketika membaca novel satu ini. Ilmu dapat, hiburan juga dapat. Hehehe….Lumayan, kan?^^

Novel ini memuat berbagai hasil penelitian ilmiah yang sengaja ditutupi dari publik. Karena jelas, industri Amerika dan Eropa bisa bangkrut seketika, apabila informasi se-sensitif itu diketahui masyarakat umum. Seperti, tahukah Anda jika vaksin, obat-obatan medis, pelbagai makanan dan minuman, ternyata disusupi RACUN yang sengaja dibuat untuk membunuh kita? Tahukah Anda, untuk menipu konsumen, MSG punya 20 nama yang berbeda? Atau, tahukah Anda jika virus HIV sengaja diciptakan untuk memusnahkan etnis asli Afrika? Dan masih ada begitu banyak hal-hal mencengangkan lainnya yang diangkat di buku ini. Dijamin membuat mata Anda terbelalak –kecuali jika Anda telah mengetahui terlebih dahulu– saat menyadari betapa mengerikannya bahan-bahan penyusun makanan yang selama ini akrab di keseharian kita. Semua itu dilengkapi dengan sumber-sumber terpecaya yang dapat ditelusuri kebenarannya melalui berbagai catatan kaki yang ada.  

Di samping itu, petualangan Alda dan George selama berada dalam kejaran juga patut untuk diberi applaus. Mulai dari butik-butik di Milan, lalu beranjak ke Kota Terapung Venesia,  kemudian ke villa mewah Profesor Contrado di Parma, hingga ‘pertarungan’ terakhir di San Marino. Semuanya dapat digambarkan dengan begitu jelas. Seakan-akan penulis memang turut terlibat langsung dalam setiap kejadiannya. Belum lagi berbagai rincian senjata-senjata dalam novel yang membantu para pembaca dalam memahami kondisi lapangan di setiap konflik. 

Satu catatan yang agak menganggu benak saya ialah, mengapa chip sepenting itu bisa melanglangbuana dari Langley, markas CIA, hingga sampai ke Italia? Harusnya kan, dokumen sepenting itu tidak diizinkan untuk dibawa keluar kantor. Bagaimana bisa CIA kecolongan dengan sebegitu mudah? Dan bagaimana detail kejadian sesungguhnya yang menimpa pemegang chip sebelum Alda Adriana? 

Pertanyaan di atas memang lumayan mengusik, namun terlepas dari itu, novel ini tetap saja berhasil memukau diri saya dengan berbagai pengetahuan dan petualangannya. Membuka cakrawala wawasan saya tentang betapa nyatanya program de-population manusia yang terjadi di sekitar saya. Juga membantu saya agar lebih berusaha keras dalam menciptakan kehidupan yang sehat sekaligus aman tentunya. Sekali lagi, applaus untuk Rizki Ridyasmara!


Kamis, 26 Juni 2014

[BOOK REVIEW] RANAH SEMBILAN: Nolstalgia Kejayaan Dunia Silat

Judul: Ranah Sembilan
Penulis: Dewi Sartika
Penerbit: OASE
Tahun Terbit: 2008
Tebal: 248 Halaman
ISBN: 979-1167-15-X
Harga: Rp 29.500,-
Bintang: ★★


Cinta memang menyebalkan, tapi kita jadi bisa maklum atas semua tindakannya..” (hal.200)

Berkat sebuah kunci, Diana dan Lea terhempas ke sebuah dunia lain. Ranah Sembilan. Disana, hukum rimba yang berkuasa. Siapa yang kuat, maka dia akan menang. Yang lemah akan tergilas, dan berakhir sebagai budak, tawanan, atau bahkan seonggok mayat. Di tempat semacam itulah kedua anak perempuan itu terdampar. Beruntung, ketika keduanya sedang terkepung segerombolan perampok liar, sebelum keadaan bertambah fatal, seorang pendekar bernama Amon hadir menyelamatkan mereka. Dan setelah melalui proses negoisasi yang cukup rumit –sekaligus kocak–,Amon akhirnya bersedia untuk menemani perjalanan Diana dan Lea selama menjelajahi daratan Ranah Sembilan.
Berbagai hambatan dan rintangan mampu mereka atasi bersama. Namun, itu bukan berarti jika perjalanan mereka menjadi mudah begitu saja. Terbukti, pada satu titik mereka bertiga terpaksa berpisah. Diana jatuh ke dalam kegelapan jurang. Amon, yang ternyata merupakan salah satu dari kelima Dewa di Lembah Iblis, dipaksa pulang oleh pengawalnya demi menjalani pelatihan imdok (istilah untuk tenaga dalam) tingkat berikutnya. Sedang Lea harus terjebak dalam pengembaraan ‘gila’ bersama manusia berkepribadian ganda bernama Bixi, yang juga salah satu Dewa di Lembah Iblis. Semuanya menjalin janji untuk kembali bersua di tanah yang paling ditakuti di Ranah Sembilan: Lembah Iblis. Disana keadaan jauh lebih mencekam dan berbahaya. Betapa tidak! Lembah Iblis yang hanya terdiri dari satu perguruan, yaitu perguruan Langit, ternyata di masa lampau mampu mengimbangi kekuatan 8 perguruan lainnya dari seluruh penjuru Ranah Sembilan. Dan di tempat itu pula, kelima ‘dewa’ alias anak angkat Kaisar Langit (pemimpin perguruan Langit) ditempa secara khusus. Sanggupkah mereka?
(^-^)
Setelah usai ‘menghabisi’ kitab ini, saya jadi bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan yang harus dicapai para lakon dalam cerita bergenre silat fantasi ini? Sederhananya, ending semacam apa yang ingin diutarakan penulis dalam kisah ini? Bukan apa-apa, permasalahannya ada pada ending cerita yang terksesan diputus secara paksa. Seperti ketika Anda sedang asyik-asyiknya menyaksikan sebuah film, lalu tiba-tiba dihentikan begitu saja di pertengahan cerita. Bagaimana perasaan timbul? Kesal abis, kan? Demikian pula dengan novel satu ini. Semua konflik yang telah dimunculkan di awal cerita, tidak mampu dituntaskan hingga rampung. Kita semua tahu, jika Diana dan Lea secara tidak sengaja terseret ke dunia lain. Lalu lantas, apakah sesudah semua petualangan itu mereka berhasil kembali ke dunia asal mereka? Kita sema juga paham, jika ada 3 pendekar lebih yang jatuh cinta dengan Diana. Lalu lantas, siapa di antara ketiganya yang sukses menggaet hati Diana? Kita semua juga sadar, jika Radja (tokoh antagonis yang melumpuhkan jasad gurunya demi mencuri kitab berisi pengetahuan segala racun), adalah musuh yang paling diburu oleh Diana mengingat hanya wanita itu satu-satunya orang yang tahu bagaimana cara menangkal racun Radja. Lalu lantas, apakah Diana berhasil dengan tujuannya tersebut?
Jawaban dari ketiga pertanyaan sebelumnya adalah: Tak-Ada-Yang-Tahu, kecuali Tuhan dan sang penulis. Karena tidak disebutkan dengan begitu jelas hingga halaman terakhir novel ini. Bahkan seingat saya, Diana sama sekali tak pernah bertatap muka secara langsung dengan Radja. Nah, bagaimana saya bisa memutuskan mana yang lebih hebat diantara keduanya?
Selain itu, kejanggalan lain dari cerita buku ini ialah nama Diana dan Lea yang sama sekali tak mengundang kecurigaan dari masyarakat setempat. Bayangin, nama-nama orang disana itu kayak Gillian, Bixi, Amon, Merope, Rei, Damon, hingga Valta. Ada perbedaan yang begitu jauh, bukan, antara nama Diana dengan Gillian?
At least, menurut saya, berbagai faktor-faktor di atas lumayan merusak ide-ide jenius yang melatari penyusunan novel ini. Jalinan apik antara dunia persilatan dengan dunia fantasi menjadi berantakan hanya karena penempatan alur serta detail cerita yang kurang beraturan. Kisahnya juga dituturkan dengan gaya bahasa yang baik, sehingga tidak terasa monoton. Membuat pembaca, termasuk saya, terus penasaran dengan halaman berikutnya. Namun, saya tetap berharap agar ke depannya muncul sekuel dari kisah ini. Kelanjutan yang akan menuntaskan semua plot, sekaligus melepaskan dahaga kepenasaran pembaca terhadap kelanjutan nasib Diana dan Lea di dunia Ranah Sembilan. Semoga, ya!

Selasa, 24 Juni 2014

[BOOK REVIEW] HELLOGOODBYE: Makna Baru Sebuah Perpisahan

Judul: HelloGoodbye
Penulis: Ayuwidya berdasar skenario Titien Wattimena
Penerbit: Qanita (Mizan Pustaka)
Tahun Terbit: 2012
Tebal: 160 Halaman
ISBN: 978-602-9225-52-5
Harga: Rp31.000,-
Bintang: ★★★



Dan karena sebuah tugas, bagaimanapun menyebalkannya orang yang kita hadapi, kita harus tetap berdiri di sana. Tegak melawan. Menahan sabar.” (hal.46)

Jangan pernah marah karena perpisahan. Memaki perpisahan sama saja mengutuk pertemuan” (hal.145)

Semua hidup Indah terasa monoton manakala menjalani penugasan pertamanya di Kantor Urusan Konsuler RI kota Busan, cabang KBRI Korea Selatan. Sehari-hari ‘tugas resminya’ hanya berkutat pada urusan menemani shopping ibu-ibu pejabat yang ‘kebetulan’ ikut dinas sang suami. Membawakan pelbagai kantong belanja yang tak usah ditanya seberapa berat isinya. 
Semua berubah, ketika dia ditugaskan merawat seorang ABK kapal Singapura berkewarganegaraan Indonesia yang terkena serangan jantung saat berada dalam pelayaran. Awalnya Indah menyambut baik tantangan ini. Mengira Abi, sang pelaut itu, bakal membawa suasana baru dalam dunia monotan-nya.Sayang, jauh panggang dari api. Abi malah bersikap laiknya anak kecil yang membenci segala hal berbau obat dan rumah sakit. Belum lagi temperamen Abi yang sering membuat Indah mendidih bukan kepalang. Abi juga tetap bersikap acuh tak acuh dengan mengabaikan semua saran dari dokter maupun Indah sendiri. Seakan, pria itu memang ingin mati.
Akan tetapi lambat laun, perasaan beku diatara mereka berdua perlahan meleleh. Menyisakan perasaan sayang yang bercampur dengan keraguan sekaligus kebingungan. Dan ketika waktu perpisahan telah tiba, keduanya mulai menyadari bahwa hati mereka telah tertambat satu sama lain. Huh, andai waktu bisa diputar balik!
(^-^)
“Terlalu fokus sama tujuan suka bikin kita lupa nikmatin perjalanan.” (hal.101)
“Gimana kamu bisa sampai tujuan kalau kamu nggak tau titik awalnya?” (hal.110)
Pada mulanya saya mengira HelloGoodbye adalah sebuah NOVEL yang di-FILM-kan. Ini yang membuat saya bersedia meluangkan kantong guna membelinya. Saya pikir, jaminan mutu novel yang diangkat ke layar lebar pastinya cukup bagus mengingat mana mungkin ada produser yang berani membiayai proyek semacam ini kecuali mereka yakin dengan tingkat kelarisan kisah tersebut. Dan rupanya….saya benar-benar keliru. HelloGoodbye ternyata adalah FILM yang di-NOVEL-kan. Terpampang dengan begitu jelas di front cover: ‘Berdasarkan skenario Titien Wattimena’ . Oh, my God! (satu teriakan LOL untuk saya…)

Oke. Seusai menutup lembaran terakhir buku ini, saya merasa ada yang kurang dengan penyajian kisahnya. Muncul perasaan, ‘Hah, cuma gini doang?’. Konflik yang ada terasa monoton. Hanya berkisar pada kelakuan Abi yang kayak anak kecil dan sikap Indah yang berusaha menunaikan tanggung jawabnya. Gak ada pengembangan lebih lanjut seperti bagaimana cerita latar belakang kehidupan keluarga mereka di masa lampau. Karakter tokoh-tokoh lainnya semacam Puri, Gustav, Seno, Pak Viktor, bahkan Lee Min Woo sekalipun, juga kurang dieskploitasi lebih lanjut. Seakan pembaca sengaja dibiarkan untuk menebak-nebak sendiri sifat mereka masing-masing. Jarang saya temui transkrip percakapan antara Indah dengan Lee Min Woon (padahal mereka bertemu beberapa kali), Indah dengan Gustav dan Seno (padahal ketiganya temen sekantor), atau Puri dengan Lee Min Woo yang notabene dikatakan sering bertatap wajah. Yah jadinya, novel ini terkesan ‘egois’ dengan hanya bercerita mengenai dunia Indah dan Abi saja. Selain itu, latar tempat yang dimunculkan juga cuma disitu-situ doang. Menimbulkan rasa bosan tersendiri bagi imajinasi para pembaca. Padahal, Busan itu kota pelabuhan terbesar se-Korea. Masa’ gak ada spot menarik lainnya, sih? 

 Meski demikian, masih ada beberapa poin yang membuat saya tetep bangga dengan kehadiran novel ini. Nilai-nilai kebijaksaannya dapat menjadi refleksi dalam kehidupan dunia yang kian ‘edan’ ini.  Seperti, ketangguhan Abi dan Indah dalam memaknai sebuah perpisahan. Juga perasaan keibuan dalam diri seorang Indah saat merawat Abi, meski merupakan seorang asing. Hingga semangat juang dalam melaksanakan tugas negara, seberat apapun itu. Itu yang lebih terpatri dalam jiwa saya, seusai membaca buku ini untuk kali kedua. Lalu, apakah lantas saya tertarik untuk berburu filmnya? Hahaha…Sepertinya hanya Tuhan dan saya yang tahu akan jawabannya.

















Rabu, 18 Juni 2014

[MASTER POST] INDONESIA ROMANCE READING CHALLENGE 2014

http://kubikelromance.blogspot.com/2013/12/update-indonesian-romance-reading.html
Hola, sahabat Kepo semuanya.

Ehm, saya sadar kalau blog ini masih ‘hijau’ banget. Perlu akselerasi yang cukup cepat untuk mengejar ketertinggalan dari para senior di bidang book review. Juga dibutuhkan berbagai lompatan-lompatan jauh agar bisa menyusul orang-orang yang telah mendahului saya selama ini. Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengikuti tantangan-tantangan membaca (reading challenge) yang banyak bertebaran di dunia maya. Suasana kompetisi yang begitu seru, insya Allah, akan membuat saya lebih bergairah dalam memperbanyak koleksi review buku. Itu alasan utama saya. 

Nah, setelah browsing kesana-kemari, akhirnya tekad saya berlabuh pada satu challenge yang menurut saya lumayan enak untuk diikuti pemula semacam saya. Apa itu? INDONESIA ROMANCE READING CHALLENGE 2014 yang diadakan oleh Peri Hutan, owner blog Kubikel Romance. Secara garis besar, setiap peserta ditantang untuk membaca dan mereview buku sebanyak-banyaknya dalam setahun. Tapi, eits, gak sembarang buku yang diizinkan untuk diikutsertakan, sob. Hanya buku bergenre romance buatan lokal yang diperbolehkan. Nah, level tantangan ini dibagi menjadi: 

Fling: 1-5 buku
First Date: 6-10 buku
Going Steady: 11-20 buku
Engaged: 21-30 buku
Married: 31+ buku

Jujur, saya nekat memilih level married buat even ini. Gak nyadar diri ya, Mas -_-? Kalem, bro. Meski saya kalah start setengah tahun, insya Allah saya tetap optimis kok dengan kemampuan yang saya miliki. Apalagi, saya punya koleksi banyak buat genre yang satu itu. Belum lagi perbendaharaan anak buah saya di asrama sana. (*ketawa jahat). Lagian, mana bisa saya berkembang cepat kalau gak ‘dipaksa’ dengan sistem semacam ini, bukan? 

Dan ini beberapa wishlist yang udah saya siapkan buat melewati challenge yang satu ini:
  1. Garuda 5 Utusan Iblis (kelar, review is here)
  2. Ranah Sembilan (kelar, review is here)
  3. Syair Cinta Pejuang Damaskus
  4. April Café
  5. Raksasa dari Jogja
  6. Astana Dewa
  7. Hello Goodbye (kelar, review is here)
  8. Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin
  9. Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
  10. 5 cm
  11. Cloud(y)
  12. Tahta Mahameru
  13. Bangun Lagi dong, Lupus
  14. Pacarku Juniorku (kelar, review is here)
  15. ……………

Saya kira cukup itu dulu aja. Lainnya nyusul seiring berjalannya sang waktu, deh. Saya sebagai manusia, tentu hanya bisa berusaha agar challenge ini dapat terlaksana sesuai dengan target yang saya canangkan. Lalu sesudah itu, bertawakkal dan berharap kepada Rabb semesta alam semoga diberi kekuatan dan waktu yang cukup untuk menuntaskan semuanya. Dan semoga, even-even semacam ini dapat terus saya ikuti ke depannya demi menyambung ‘nyawa’ blog ini. Amin.

Oh ya, buat temen-temen yang merasa tertarik untuk mengikuti IRRC 2014 ini, dapet langsung main ke blog empunya acara kok. Nih, agan kasih alamatnya:


Salam Kepo dari Saya!




Selasa, 17 Juni 2014

[BOOK REVIEW] GARUDA 5 UTUSAN IBLIS

Judul: Garuda 5 Utusan Iblis
Penulis: FA Purawan
Penerbit: Tiga Kelana
Tahun Terbit: 2009
Tebal: 702 Halaman
ISBN: 978-602-8535-22-9
Harga: Rp 99.000,-
Bintang: ★★★★



Di antara sedemikian banyak citra yang menyesakkan mata, masihkah penglihatan patut diandalkan? Di antara suara-suara gaduh memenuhi cakrawala, masihkah pendengaran memegang arah? Tanpa mata, tanpa telinga, tinggallah kalbu. Kalbu menjadi mata yang melihat apa yang tak terlihat, dan menjadi telinga yang mendengar apa yang harus terdengar.” (hal. 682)

Adalah Jaka, sang ketua OSIS SMA Raya, yang terpilih menjadi pemimpin Pasukan Garuda di masa kini. Bersama keempat kompatriotnya, dia dibebani kewajiban mencegah kedatangan utusan Iblis yang mampir ke bumi setiap 666 tahun sekali. Terdengar mudah sekaligus sederhana, jika saja urusan satu ini tak melibatkan satu kerajaan penuh berisi kaum lelembut, orang-orang penganut aliran hitam, hingga nyawa teman-teman SMA mereka yang secara tidak sengaja ikut terseret. Lewat kelebatan mimpi yang menghiasi tidur setiap malamnya, mereka digembleng oleh para leluhur yang juga merupakan Pasukan Garuda di masa lampau. Mulai dari  pemahaman-pemahaman terperinci akan detik-detik kedatangan makhluk laknat dari Neraka itu dalam siklus sebelumnya, sampai berbagai teknik kanuragan yang bisa membuat mereka menjadi jagoan kungfu dalam tempo semalam. Semuanya demi mempersiapkan mereka tepat pada waktunya. Sanggupkah mereka?

Sayangnya, musuh mereka juga sudah berbenah semenjak kegagalan 666 tahun silam. Skenario balas dendam yang tersusun amat rapi, siap digelar kapan pun tiba waktunya. Demi memuluskan ambisi serakah untuk menguasai dunia lewat kesaktian sang utusan Iblis, mereka rela menanti dengan begitu sabar siklus berikutnya, sembari mengawasi lekat-lekat keturunan para pendekar Pasukan Garuda yang akan menjadi pengganjal di kemudian hari. Sebuah kisah yang membangkitkan kembali euforia akan kehebatan dunia persilatan Indonesia yang dipoles dengan kehidupan penuh romansa ABG masa kini, :)

(^-^)
Saya hanya bisa teriak gak karuan saat satu-persatu kotak pandora konflik terbuka. Sama sekali gak menyangka akan ada pimpinan musuh yang menjelma sebagai penyusup dalam Pasukan Garuda. Alur plot yang susah ditebak, juga sering membuat saya tergoda untuk loncat ke bagian akhir, saking penasarannya. Belum lagi, pengembangan karakter tokoh yang sempat membuat saya kecele dalam menjatuhkan ‘vonis’. Seperti saat saya menebak, jika Johannes Pasaribu itu merupakan bagian dari kaum lelembut. Eh, ternyata di bagian akhir si doi malah nongol sebagai salah satu punggawa Garuda Five (nama beken Pasukan Garuda). Gregetan, kan?

Tapi disitulah bagian serunya, sob. Ketika pembaca tidak terlalu cerdas dalam menebak-nebak alur cerita yang dibaca. Malah, menurut saya, bacaan novel itu jadi gak seru saat keseluruhan cerita udah ketebak semenjak awal. Terlalu mainstream. Nah, buku ini lain. Apalagi dibumbui dengan kisah roman picisan ala remaja SMA. Mulai dari cinta segitiga Ratih-Jaka-Prasti, sampai cinta gak nyambung antara Jo yang notabene kalem dengan Siska, pentolan bagian keamanan OSIS SMA Raya. Kisah-kisah tersebut menjadi penurun ketegangan yang emang sewajarnya terjadi dalam novel silat semacam Garuda 5 ini.

Pesan-pesan moral yang ada dalam bacaan ini juga lumayan mengena terhadap realita zaman yang ada pada saat ini. Seperti tawuran antar pelajar, esensi sebuah doa yang semakin tergerus zaman, hingga makna sejati sebuah persahabatan. Saya jadi teringat, catatan-catatan kaki berisi sudut pandang penulis terhadap suatu permasalahan yang ada di sana. Tidak terkesan menggurui meski terkesan sedikit  jayus. Dalam artian, masa lagi seru-seru ngikutin pertarungan yang ada, tiba-tiba kita direcoki dengan catatan-catatan kaki berisi pesan moral dari penulis?

Satu catatan lagi. Entah mengapa saya merasa bahwa buku ini belum memberikan resolusi akhir yang cukup memuaskan pembaca. Terkesan ‘gantung’. Persaingan cinta antara Ratih-Jaka-Prasti dibiarkan berakhir tanpa penyelesaian. Nasib Pasukan Garuda sesudahnya  juga terancam tidak jelas. Apakah melanjutkan kehidupan remaja seperti biasanya, atau akan muncul musuh-musuh lainnya. Saya jadi berpikir, bakalan ada sekuel kedua novel ini. Secara, saya emang pecinta happy ending gitu sih.^^

Tapi, secara keseluruhan semuanya oke kok. Malah saya sempat menyesal, kenapa gak baca ulang sebelum ‘dijarah’ teman-teman. Itu juga yang menjadi alasan saya untuk menyematkan 4 dari 5 bintang yang ada. Recommended benget, deh!